28 C
Jakarta
1 Agustus 2025
BerandaBeritaBAZNAS: Fatwa MUI Jadi Landasan Kuat Optimalisasi Jaminan Syariah dalam Pengelolaan Zakat

BAZNAS: Fatwa MUI Jadi Landasan Kuat Optimalisasi Jaminan Syariah dalam Pengelolaan Zakat

Jumat, Agustus 1, 2025


Muslim Pop | Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI terus memperkuat komitmen pengelolaan zakat yang sesuai prinsip syariah, salah satunya melalui penyelenggaraan Kelas Hukum bertema “Fatwa MUI dan Optimalisasi Jaminan Aman Syariah dalam Pengelolaan Zakat”

Kegiatan ini menghadirkan Pimpinan BAZNAS RI Bidang SDM, Keuangan, dan Umum, Kol. CAJ (Purn.) Drs. Nur Chamdani, serta Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. Dr. KH. M. Asrorun Ni’am Sholeh, M.A., sebagai narasumber utama, juga diikuti oleh perwaklian BAZNAS seluruh Indonesia secara daring, kemarin.

Pimpinan BAZNAS RI Bidang SDM, Keuangan, dan Umum, Kol. CAJ (Purn.) Drs. Nur Chamdani, dalam sambutannya menyampaikan, kepatuhan syariah adalah pilar utama dalam pengelolaan zakat. “Zakat adalah ibadah sosial yang menyangkut harta umat. Maka mutlak hukumnya dikelola secara aman, transparan, dan sesuai syariah,” tegasnya.

Ia menambahkan, kegiatan ini merupakan upaya BAZNAS untuk memperkuat kapasitas kelembagaan, khususnya amil zakat, agar memiliki landasan hukum dan fikih yang kokoh.

“Kami ingin seluruh pelaksana zakat di Indonesia memahami, bahwa hukum zakat tidak hanya berdimensi administratif, tetapi juga ibadah yang harus sah secara syar’i,” ujarnya.

Dalam pemaparannya, Prof. Asrorun menegaskan, zakat memiliki kedudukan fundamental dalam ajaran Islam, sebagaimana disebut dalam QS. At-Taubah ayat 60 yang mengatur delapan golongan penerima zakat (asnaf).

“Zakat bukan sekadar kewajiban individual, namun merupakan sistem sosial-ekonomi Islam yang memerlukan tata kelola yang profesional dan sesuai prinsip syariah,” jelasnya.

Ia menjelaskan tiga paradigma hubungan agama dan negara dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Pertama, paradigma integralistik yang menyatukan agama dan negara; kedua, paradigma sekularistik yang memisahkan keduanya; dan ketiga, paradigma simbiotik yang saling memperkuat. “Indonesia menganut paradigma simbiotik, di mana negara memfasilitasi pelaksanaan kewajiban agama seperti zakat,” terang Prof. Asrorun.

“Zakat adalah dana umat Islam yang tidak bisa dikelola sembarangan. Harus ada mekanisme pengawasan syariat yang memastikan tidak ada penyimpangan, baik dari sisi niat, pelaksanaan, maupun pendistribusian,” ujarnya. Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 pun telah mengamanatkan adanya pengawas syariat yang direkomendasikan oleh MUI.

Menutup pemaparannya, Prof. Asrorun menegaskan, pengelolaan zakat memerlukan kepastian hukum dan standar yang jelas, sebagaimana dalam pengelolaan produk halal dan ekonomi syariah lainnya.

Kelas Hukum ini menjadi wadah penting untuk meningkatkan pemahaman para amil dalam menjalankan tugas secara syar’i, transparan, dan akuntabel.

spot_img